Siapa yang tidak mengenal ikan
nemo? Ikan yang warna tubuhnya putih dan oranye ini semakin popular
sejak ditayangkan di layar lebar beberapa tahun lalu. Di Indonesia
lebif familier disebut dengan ikan badut atau clownfish. Tidak seperti
di film finding nemo dimana sang tokoh kesulitan mencari jalan
pulang, dalam kehidupan nyata, ikan nemo justru memiliki kehebatan
menemukan kembali rumahnya walaupun terseret ombak ber mil mil
jauhnya. Dan bakat ini ternyata sudah tumbuh sejak ikan nemo berukuran
masih kecil.
Para pakar ikan dan kelautan telah
membuktikan dengan sebuah riset di kawasan Papua Nugini. Ilmuwan ini
berasal dari Negara Australia, Amerika dan Perancis. Observasi
dilakukan di habitat coral seluas 300 meter persegi yang dihuni oleh
ratusan ikan nemo. Dalam penelitian tersebut, para ilmuwan melakukan
menginjeksi cairan barium kepada ikan ikan betina sehingga terjadi
mutasi.
Keturunannya akan membawa isotop isotop tersebut sehingga
menjadi penanda alami yang mempermudah peneliti untuk melacak sebaran
ikan nemo. Ada 300 ikan badut betinda dan juga ikan kupu kupu yang
menjadi obyek eksperimen ini. Hasilnya menurut Glenn Almany, seorang
peneliti dari James Cook University "Enam puluh persen ikan muda yang
ditemukan ternyata berasal dari induk yang hidup di karang itu,"
Sedangkan sisanya adalah ikan-ikan muda yang berasal dari induk di
tempat lain yang tinggal 10 kilometer dari sana.
Dari penemuan tersebut
maka ilmuwan melakukan perhitungan dimana diduga ikan nemo
menghabiskan waktu sekitar 11 hari untuk kembali ke karang tempat
tinggal induknya. Disimpulkan bahwa Ikan nemo menggunakan penciuman,
penglihatan dan intuisi alamnya untuk melakukan pemetaan dalam
perjalanan pulang. Dimungkinkan pula ikan-ikan nemo tersebut dapat
mengenali jejak kimia tertentu yang dihasilkan saat mereka lahir.
Kemampuan
serupa juga diperlihatkan ikan kupu-kupu meski keduanya berkembang
biak dengan cara berbeda. Ikan badut umumnya menjaga telur-telurnya
dalam sarang sedangkan ikan kupu-kupu membiarkan anak-anaknya tanpa
perlakuan khusus.Penemuan yang dipublikasikan dalam edisi terbaru
jurnal Science ini membuka wawasan tentang bagaimana larva ikan
beredar, sehingga dapat didesain area perlindungan laut yang lebih
baik. Pemasangan label isotop yang aman juga akan terus dikembangkan
untuk membantu proses konservasi terhadap spesies langka.
Di
Indonesia seorang peneliti dan juga pakar perikanan yang bernama Ari
Wahyuni atau biasa disapa Kadek juga menaruh perhatian yang serius
terhadap populasi ikan nemo. Seperti diketahui ikan nemo termasuk ikan
yang susah dikembang biakkan di luar habitatnya. Dengan pengalaman
sebagai pembiak ikan Ia bereksperimen dengan mengkawinkan sepasang ikan
nemo berwarna dasar oranye cerah dengan corak garis putih dihiasi
siluet hitam (Amphiprion ocellaris). Ikan itu diambil dari perairan
Teluk Lampung, Provinsi Lampung. Percobaan awal tak berhasil. Sepasang
nemo itu malah mati.
Kadek mencoba lagi dengan jumlah ikan yang lebih
dahsyat. Kala itu ia membeli ratusan ikan nemo untuk dikembangbiakkan.
Beberapa rumah buatan untuk meletakkan telur nemo di uji coba untuk
menggantikan terumbu karang yang sudah langka. Hasilnya justru tragis.
Ratusan ikan nemo mati. Kadek kemudian menggunakan anemon laut untuk
tempat induk nemo bersarang dan menciptakan modifikasi pipa bekas
sebagai tempat tinggal benih nemo.
Menurut Kadek hal
tersulit adalah mencari tempat tinggal, bersarang, dan bertelur ikan
itu. Jika perairan tercemar dan terumbu karang dirusak, populasi ikan
ini di alam mudah terancam, kata Kadek yang bekerja sebagai peneliti
di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Hampir
bersamaan dengan itu Kadek juga bereksperimen dengan pemijahkan kuda
laut. Sebagai peneliti, Kadek tak ingin setengah-setengah. Ia juga
mencari formula pakan yang tepat bagi nemo dan kuda laut melalui
pemberian jenis pakan yang disesuaikan dengan umur spesies. Ikan nemo
yang terbiasa mengandalkan pakan alam bisa mengonsumsi pakan buatan
berupa pelet setelah berukuran 3 cm.
Pada tahun 2008
riset Kadek membuahkan hasil. Ikan nemo sudah menghasilkan generasi
kedua, sedangkan kuda laut generasi keempat. Ternyata benih hasil
budidaya memiliki daya tahan lebih baik ketimbang tangkapan alam dan
mudah beradaptasi dengan pakan buatan, perubahan lingkungan, dan
salinitas. Semoga penelitian ini bisa menyelamatkan kelangsungan hidup
ikan Nemo di alam liar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar